Jumat, 12 April 2019

Menyadari Lapisan-Lapisan Pikiran

Percaya atau tidak, kita bukanlah seperti yang selama ini kita kenal. Kita ada beserta identitas dan keyakinan yang dimiliki saat ini adalah tumpukan-tumpukan pikiran yang diperoleh dari kecil hingga usia saat ini. Hal ini bisa disebut sebagai lapisan-lapisan pikiran.
.
Sadar tidak sadar, saat masih bayi kita tidak memiliki identifikasi, keyakinan dan pikiran apapun. Kita bergerak berdasarkan kesadaran murni dan fitrah diri.
.
Pernah nggak, saat ada kejadian tertentu kita akan merespon secara otomatis dengan sikap tertentu yang terkadang tidak kita sadari, itu otomatis saja. Misalnya saat menghadapi situasi yang sedih begitu mendalam, negatif, putus asa bahkan mau bunuh diri. 
.
Pada saat orang lain menghina kita, lalu ada perasaan tidak nyaman serta perasaan sakit hati sehingga mau marah balik untuk menyerang, klarifikasi dan memberikan penjelasan. 
.
Sebenarnya, reaksi otomatis itu bukan benar-benar diri kamu lho ?!. Pernah dengar bayi tersinggung dengar omongan tetangga ?!
.
Maksudnya ? iya, itu bukan (benar-benar) diri kamu yang sebenarnya. Semua itu bersumber dari software dan setting programming yang ada di pikiranmu. Otomatis berasal dari alam pikiran bawah sadar, atau bahasa ilmiahnya Servomechanism (artinya googling sendiri ya!)
.
Servomechanism terbentuk salah satunya berasal dari pikiran-pikiran, ilmu yang diterima, konsep-konsep dan dogma yang didapatkan, wawasan, pengetahuan, nilai-nilai dan segala sesuatu yang terkumpul lalu menumpuk hingga membentuk-mu hari ini.
.
Apa yang membuat kamu bisa secara otomatis bersikap tertentu dan terkadang kamu sendiri merasa aneh, kenapa saya bisa bersikap seperti itu. Sampai kamu sendiri bertanya, "kok bisa ya saya melakukan itu atau bersikap begitu ?". Nah, sedikit banyak itu berasal dari tumpukan lapisan pikiran yang kamu miliki. Darimana sumber lapisan pikiran itu berasal ?.
.
Sebenarnya banyak sumber lapisan-lapisan pikiran itu bisa terbentuk, baik yang disadari maupun tidak disadari. Beberapa yang akan dibahas adalah yang lebih relatif mudah. Kita hanya perlu memperhatikan dan amati untuk selanjutnya, kita pilih mana yang berguna mana yang tidak.
.
Pertama, sumber mindset atau lapisan pikiran yang kita miliki saat ini didominasi oleh orang tua atau orang yang paling dekat dengan kita pada saat masih bayi. Orang terdekat pada awal-awal kehidupan kita, umumnya adalah orang tua. Kata-kata dari orang tua, pikiran-pikirannya, mindset bahkan perilaku orang tua ter-transfer dengan sempurna, karena mindset mereka tertulis saat jiwa kita sedang kosong-kosongnya. Saat lapisan kertas diri kita masih putih bersih, orang tua menuliskannya dengan sangat sempurna. Ia menuliskan apa yang menjadi mindset-nya lalu menuliskannya lagi “di lapisan” paling dasar pikiran kita.
.
Kertas putih “lapisan pikiran” lembar pertama kita yang ditulis sempurna oleh orang tua sehingga menghasilkan diri kita saat ini. Coba cek deh, pasti ada kata-kata dari orang tua yang selalu diingat dan menjadi pikiran alam bawah sadar. Kata-kata itu akan selalu teringat dan terus membekas. Kata-kata lainnya juga banyak yang mengendap dan beberapa pada lapisan terbawah kita yang suatu saat bisa tiba-tiba muncul. Apalagi kata-kata yang sering diucapkan oleh orang tua kita secara berulang dan terus menerus. Coba perhatikan, perilaku anak-anak adalah contoh sempurna dari "coretan" tulisan orang tuanya. 
.
Orang tua menjadi penulis sempurna yang berhasil menggoreskan tulisan di kertas lapisan pikiran kita pada halaman pertama. Ini yang akan paling diingat dan selalu membekas, karena tidak ada yang tertulis sebelumnya.
.
Lapisan pikiran selanjutnya "ditulis" oleh lingkungan kita. Lingkungan berasal dari orang-orang sekitar rumah, pergaulan, sekolah, tempat kerja atau lingkungan lainnya. Lingkungan lebih dari sekedar yang berada di sekeliling kita, tetapi yang sering berinteraksi dengan kita. Teman-teman, saudara, sahabat atau rekan kerja. 
.
Semakin sering berinteraksi secara intens maka akan memberikan pandangan, kata-kata, pikiran yang akan menciptakan lapisan berikutnya setelah lapisan dari orang tua. Coba perhatikan kalimat teman-teman, pikiran dan perilakunya. Semakin intens pertemuan, semakin sering berinteraksi dengan mereka, apalagi dalam jangka waktu yang sangat lama akan semakin kuat membentuk pikiran, cara pandang dan pribadi kita.
.
Pembentuk pikiran ketiga adalah pendidikan yang kita terima. Dari TK, SD, SMP, SMA hingga saat ini. Perhatikan nilai-nilai yang ditanamkan di pendidikan kita. Walaupun saat materi-materi pendidikan yang diterima pada saat  disampaikan tidak dimengerti, perlahan namun pasti materi dan nilai pendidikan akan masuk secara perlahan, menumpuk dan menjadi pikiran pribadi. Terkadang materi itu tidak mengerti saat disampaikan, akan ada saat “Aha moment” yang akan mulai memberi pemahaman dan mulai masuk ke diri kita.
.
Lapisan selanjutnya berasal dari tontonan atau input informasi. Tontonan akan menjadi referensi bagi kita dalam bersikap saat menghadapi suatu masalah dalam kehidupan. Semakin positif dan memberdayakan tontonan akan membuat kita lebih positif, begitu-pun sebaliknya. Apabila tontonan kita adalah yang negatif maka kecenderungan kita akan menjadi negatif.
.
Perhatikan saja, setiap tontonan atau input informasi yang diterima akan mendominasi pola pikir, pola perasaan dan pola gerak kita. Apapun jenis input informasi itu akan menjadi sangat berpengaruh dalam kehidupan kita saat ini.
.
Selanjutnya yang akan membentuk lapisan-lapisan pikiran kita adalah aktivitas/kegiatan yang dilakukan berulang-ulang. Aktivitas harian kita akan membentuk lapisan-lapisan pikiran kita. Semua lapisan-lapisan pikiran itu akan menumpuk ter-susun saling melengkapi sehingga membentuk keyakinan. Semakin dewasa akan semakin kuat dan semakin ter-identifikasi.



Selasa, 09 April 2019

Mengenal Empat Rahasia Tawakal




Ada saat dimana kita merasa berada dalam kondisi yang membingungkan. Galau memutuskan suatu pilihan, sedih menghadapi kejadian tertentu dan bingung mengambil menentukan pilihan. Sudah berusaha maksimal, tetapi tidak sesuai dengan yang diharapkan.
.
Apabila menghadapi situasi seperti ini, sebenarnya ada sikap yang tepat yaitu bersikap Tawakal saja. Dari segi bahasa, tawakal artinya diwakilkan yang maknanya kurang lebih mempercayakan, diserahkan, dikuasakan kepada “sesuatu” untuk diselesaikan, diperbaiki atau dituntaskan. Tetapi apapun kondisinya ; cita-cita yang diharapkan belum sesuai dengan yang diinginkan, maka “saya tawakal” saja sama Allah.
.
Ada rahasia sederhana untuk bisa bersikap tawakal. Suatu sikap sederhana agar kita tahu apa dan bagaimana berusaha menjadi Tawakal.
.
Pertama ; iya-in dulu, apapun kejadiannya.
Apapun yang terjadi sama kamu, iyain ajah dulu. Semua itu sudah terjadi, tidak bisa kembali lagi. Tidak bisa diulang. Kamu harus menerima situasi, kondisi atau kejadian yang sedang kamu hadapi. Ini sudah terjadi, sekarang. Saat ini kamu tidak ada pilihan lain untuk kembali dan hanya bisa menerima sambil bilang ; “iya, aku terima kejadian ini” atau “ok, iya. Aku terima”. Sikap ini akan menjadi pengantar yang bagus untuk menuju ke sikap berikutnya.
.
Kejadiannya enak atau tidak enak, menyenangkan atau menyebalkan, iya-in dulu deh.
Kamu mau apa lagi ? Kamu bisa apa lagi ? Satu-satunya ya kamu harus terima. “Yes, ini telah terjadi.”
.
Dari sikap ini, rahasia pertama dan kunci tawakal telah kamu pegang. Terus coba sikap ini sampai kamu bisa menerima dan tidak berontak, tidak komplain, tidak menyalahkan siapapun atas kejadian yang kamu alami. Iya-in dulu.
.
Kedua ; sadar-in ajah, apapun kesalahannya.
Suatu kejadian tidak tiba-tiba hadir begitu saja, tidak muncul begitu saja. Pasti ada penyebabnya, prosesnya, pola-nya, rangkaian-nya bahkan mungkin ada tanda peringatannya. Tidak mungkin suatu masalah muncul secara ajaib datang ke kehidupan kamu. Itu yang perlu dibaca.
.
Saat menghadapi situasi yang kurang menyenangkan, stop buru-buru menyalahkan pihak diluar diri kamu. Itu semua pasti berasal dari diri kamu. Perhatikan pola yang berulang yang membuat suatu kejadian yang tidak mau inginkan terus-menerus ada. Apapun itu, entah suatu kebiasaan, pola, kesalahan, kelalaian, terima saja dulu. Temukan penyebabnya dan sadari itu, dan pastikan itu selalu berasal dari dalam diri kita. Nggak usah jauh-jauh cari yang lain, nggak tuding-tuding orang lain. Perhatikan pola berulang yang kamu lakukan, dan salah satunya pasti ada penyebabnya dalam dirimu. Sadari saja dulu itu.
.
Kalo sudah ketemu apa itu, nggak usah sakit hati. Sadar saja bahwa kesalahan itu berasal dari kamu itu sudah satu tingkat perjalanan tawakal kamu. Lihat secara jernih, bahwa kejadian ini terjadi karena diri saya sendiri. Cobalah diskusi dengan orang terdekat, apa perilaku dan sikap kamu yang salah yang memungkinkan memunculkan kejadian ini ?!. 
.
Kalo ada yang menegur atau menasehati, ya terima saja dulu. Minimal ya itu tadi, sadari ajah bahwa memang begitu apa adanya. Syukur-syukur bisa jadi bahan evaluasi, bahwa itu salah / kurang tepat.
.
Ketiga ; nikmatin dulu, apapun kegiatannya.
Biasanya, apabila sedang dalam kondisi ini bingung mau melakukan apa-apa. Maju salah, mundur nggak bisa. Bingung dan bahkan punya bayangan pikiran apa yang membuat kamu harus bergerak. “Aku harus berbuat apa ya ?” 
.
Maka opsi yang paling masuk akal adalah nikmatin dulu, apapun kegiatan yang sedang kamu kerjakan. Bahkan saaat kamu tidak bisa melakukan apa-apa, nikmati kondisi itu sampai menemukan jalannya atau mau melakukan apa. Apa yang terlintas, ya kerjakan saja.
.
Tanpa berfikiran macam-macam dan gelisah tentang masa depan, kerjaakan saja apa yang bisa dikerjakan. Lakukan, apapun kegiatannya. Nikmati setiap detil kegiatannya. Nikmati sekarang sedang melakukan apa, detik per detik, momen per momen, nikmati tanpa menjadi orang yang memilih.
.
Biarkan lintasan pikiran itu muncul, datang dan pergi. Lihat saja, lebih fokus kepada apa yang sedang dikerjakan saat ini. Fokus di dalamnya, totalitas dan intensif. Abaikan rasa khawatir, kondisi itu akan berlalu dengan sendirinya.
.
Seperti berlalunya malam, tidak perlu mengkhawatirkan malam akan terjadi sepanjang hidupmu. Matahari pagi akan terbit dan menyapamu. Nikmati gelapnya malam, indahnya bintang dan sejuknya desiran angin malam. Semua itu akan terlewati dan pagi akan datang.
.
Keempat ; Percaya-in ajah, apapun hasilnya.
Kondisi kamu memang bikin bingung, tapi percayalah tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Apalagi tentang masa depanmu. Matahari besok pagi akan bersinar, bunga akan tetap bermekaran dan burung akan kembali berkicau. Ingat, kejadian apapun tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
.
Ini hanya membutuhkan sikap penerimaan total sepenuhnya ; apabila kamu sudah “mewakilkan” urusanmu kepada Allah, ya sudah percaya saja. Tidak ada yang mau diapa-apain lagi. Percaya saja, karena kehidupan akan terus berputar, silih berganti, timbul tenggelam. Kita hanya perlu menerimanya. Teima saja, kita tawakal. Hasilnya ?!, kalau sudah percaya mau pertanyai hasil ?!.

Rabu, 23 Desember 2015

Memaksimalkan Ikhtiar,Menyerahkan Hasil




Ibu saya menginginkan anak-anaknya menjadi seorang insyinyur (sarjana teknik) dan bekerja sebagai PNS. Saya termasuk yang diproyeksikan menjadi seorang sarjana teknik karena prestasi akademik saya diatas saudara saya yang lain. Kini saat semua anaknya sudah bekerja, tidak ada satu-pun anaknya yang menjadi sarjana teknik (karena tidak ada yang masuk) dan menjadi PNS.

Banyak harapan orang tua kepada anaknya, khususnya terkait dengan masa depan. Orang tua memiliki impian, anak juga memiliki impiannya sendiri. Tentu ada gurat kecewa yang ditampakan oleh ibu saya. Namun Bapak segera menyadarkan bahwa kita tidak bisa memaksa takdir yang sudah Allah tentukan. Segala ikhtiar sebagai orang tua tentu sudah banyak dilakukan ibu saya untuk mencapai impian bagi anaknya. Tetap ketentuan Allah-lah yang terjadi.

Hanya berharap kepada Allah adalah pandangan yang penting untuk membuat hati tenang. Fokus kepada manfaat dan selalu berupaya optimal dalam berbagai keadaan.

Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan (Q.S. At Taubah : 105)

Saat sudah menyerahkan segalanya  dan hanya berharap kepada Allah, maka tidak perlu lagi berfikir secara berlebihan tercapainya sebuah target. Keyakinan hanya berharap kepada Allah menciptakan konsekuensi bekerja sebaik-baiknya. Pun, saat hasilnya tidak sesuai harapan tidak akan menciptakan kekecewaan yang berat.


Saat hati gelisah dengan capaian yang jauh dari harapan, berserah sepenuhnya adalah jawaban terbaik. Tetap fokus mengerjakan hal-hal yang bisa dilakukan untuk memperbaiki keadaan. ”ngotot’lah secukupnya, bekerjalah secara optimal dan percaya saja apapun hasilnya Allah mempersiapkan yang terbaik.

Berharap Hanya Kepada Allah


Setiap upaya yang kita lakukan berharap selalu membuahkan hasil. Kita begitu senang apabila hasil yang diperoleh sesuai dengan apa yang kita harapkan, apalagi melebihinya. Namun, terkadang yang terjadi tidak sesuai yang kita inginkan. Disinilah perlunya sikap berserah hanya kepada Allah.

Tugas manusia hanyalah menyempurnakan ikhtiar apa yang ia mampu lakukan. Melakukan yang terbaik dari hasil pemikiran terbaik. Urusan hasil biarlah menjadi ketetapan Allah.

Saat memiliki keinginan, kita akan berusaha seoptimal mungkin untuk meraihnya. Merencanakan dan melakukan yang terbaik, namun hasilnya tetaplah Allah yang menentukan. Segigih dan setangguh apapun ikhtiar tidak akan mampu mengubah takdir yang Allah tentukan. Fokus kita adalah memaksimalkan upaya yang bisa dilakukan.

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (Q.S. Al Insyirah : 7-8)

Apabila ingin bersekolah di sekolah tertentu, kita perlu belajar dengan rajin dan tekun. Apabila ingin bekerja di suatu lembaga  yang diharapkan, kita belajar dan mengikuti prosesnya dengan serius. Apabila ingin memiliki anak yang sholeh, kita mendidiknya dengan baik dan mendo’akannya. Namun apabila hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, berserahlah kepada Allah.

Berharap hanya kepada Allah bukan untuk menjadi alasan kita tidak mengoptimalkan upaya (ikhtiar). Justru karena keyakinan ini-lah, upaya kita harus menjadi lebih maksimal. Berikut manfaat berharap hanya kepada Allah :

1.      Melakukan ikhtiar sesuai syariat Allah
Fokus orang yang berserah diri kepada Allah dalam melakukan ikhtiar untuk menggapai keinginannnya sesuai dengan syariat dan ketentuan Allah. Apapun hasil yang diberikan Allah adalah yang terbaik sesuai dengan tingkat upaya kita.

2.      Membuat fokus dan lebih produktif
Sedikit sekali memikirkan hasil, karena hasilnya sudah diserahkan kepada Allah. Upaya-nya menjadi lebih fokus dan produktif. Hasilnya akan menjadi lebih optimal.

3.      Lebih bersemangat dan antusias
Setiap kejadian apapun yang menimpanya dalam menggapai keinginannya, dilihat sebagai hasil sementara. Ia menjadi lebih bersemangat dan antusias karena janji Allah pasti benar.

4.      Menjadi rendah hati

Ia merasa hasil yang diperolehnya semata-mata atas kekuatan dan kuasa Allah. Ia merasa upayanya hanyalah sekedarnya, bahkan sedikit sekali. Ia menjadi rendah hati dan tidak menyombongkan upayannya.

Belajar Menjadi Ikhlas


Apabila ada pertanyaan “Pekerjaan apa yang paling berat di dunia ini ?”, bagi saya adalah menjadi ikhlas. Orang yang ikhlas adalah orang yang benar-benar menyandarkan setiap niat, perbuatan dan hasilnya hanya untuk Allah semata. Bahkan, extrem-nya dia sudah tidak peduli lagi dengan diri sendiri sepanjang yang dilakukannya hanya untuk Allah semata.

Perjuangan menjadi ikhlas adalah perjalanan panjang yang membutuhkan kerja keras, kesabaran, ketelatenan dan tawakal tingkat tinggi. Di setiap tahap-nya membutuhkan kesabaran ekstra.

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Akankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (Q.S. Al Baqarah : 214).

Setiap orang memiliki ceritanya sendiri untuk menggapai surga tertinggi (ikhlas). Awalnya saya menganggap ikhlas adalah perasaan tenang dan bahagia yang datang dari adanya nikmat. Perasaan tersebut muncul saat kedamaian karena memilikikehidupan yang sempurna. Memiliki istri, anak, harta, keluarga yang baik, relasi yang luas dan dagungkan dan dihormati oleh banyak orang.

Pada suatu titik saya mengalami kejadian kehilangan anak dan kejadian lain-nya yang membuat drop, saya menganggap itu adalah musibah. Sampai saya hanya merasa sendiri di dunia ini. Saya gelisah, marah dan kecewa sama Allah. Ada perasaan, kurang apa ibadah saya sama kamu (Allah) ?.
Lalu saya (pura-pura) ikhlas menerima kondisi tersebut. Saya kira Allah akan mengangkat saya kepadakehidupan yang lebih baik. Ternyata, iya. Tetapi kehidupan yang lebih baik versi Allah, bukan lebih baik versi saya. ^_^.

Allah menyadarkan saya, belum benar-benar ikhlas menerima segala ketetapanNya. Nafsu masih lebih dominan dibandingkan ikhlas-nya. Buktinya, saya masih mempertanyakan mengapa saya masih berada dalam kondisi seperti ini.

Ternyata tuntutan menjadi ikhlas itu bukan hanya dalam kondisi yang menyenangkan versi manusia semata. Dalam yang kita sebut sebagai ujian/cobaan, tuntutan menjadi ikhlas itu juga perlu. Secara pribadi saya berpendapat, ujian ikhlas saat segala kenyamanan dan kemudahan kita dapatkan lebih sulit dilakukan, karena mudah sekali melalaikan.


Apabila kita tidak bisa benar-benar kokoh melewati tuntutan menjadi ikhlas saat masa yang menyulitkan dan menggelisahkan, akan lebih sulit lagi menjadi ikhlas saat segala kenyamanan tersedia. Do’akan saya saat masa kenyamanan dan kemudahaan itu hadir, tetap dapat menjaga keikhlasan.

Ikhlas dan Kemerdekaan Hati


Kita diperintahkan untuk ikhlas dalam setiap perbuatan tidak lain adalah untuk kemerdekaan diri. Kemerdekaan diri yang tidak tergantung oleh apa-pun dan oleh siapa-pun.

Musuh peradaban manusia adalah perbudakan. Walalupun zaman telah modern, perbudakan masih ada hingga saat ini dalam bentuk yang berbeda. Perbudakan tersebut adalah ketergantungan kita terhadap bos, pekerjaan, uang, jabatan, kekuasaan, harta dsb. Hanya dengan keikhlasan manusia bebas dari perbudakan itu semua.

Ikhlas berarti memurnikan niat dan perbuatan hanya semata-mata untuk Allah. Orang yang sudah mengikhlaskan perbuatannya, tidak akan gelisah kehilangan pekerjaan, jabatan dan kekuasaan. Fokus orang yang ikhlas adalah ridho Allah. Dia berfikir setiap perbuatannya harus berlandaskan perintah Allah, seperti mengedepankan kejujuran, kesabaran dan keikhlasan.

Orang yang menyandarkan perbuatannya hanya karena Allah, maka apapun bentuk pengkondisian eksternal seperti pujian, caci maki dan hinaan tidak mempengaruhi perbuatanya. Pujian orang tidak serta merta menambah semangatnya, caci maki tidak serta merta membatasi perbuatannya. Biasa saja, selama perbuatannya atas niat karena Allah. Karena niatnya semata untuk Allah, maka cara-cara yang dilakukannya harus sesuai perintah Allah.

Orang yang tidak ikhlas dalam perbuatannya akan terombang-ambing. Seperti butiran debu yang ditiup angin, terhempas jauh. Perbuatanya hanya sia-sia belaka.

Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh (Q.S. Al Hajj :31)

Apabila banyak perbuatan kita yang mengabaikan keikhlasan, segera bertaubat dan memperbaiki diri. Hanya dengan keikhlasan kegelisahan menjadi ketenangan, kelemahan menjadi kekuatan, dan perbudakan menjadi kemerdekaan.

Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar (Q.S. An Nisa : 146)

1.      Orientasi : Allah
Setiap niat, perbuatan dan sikap semata-mata bertujuan hanya untuk Allah. Bukan untuk dipuji manusia, bukan karena cari penghormatan, bukan karena takut cacian, bukan pula karena ancaman. Fokus agar menjadi ikhlas adalah menyandarkan segala niat, perbuatan dan hasil kepada Allah.

2.      Perbaikan terus menerus
Orang yang ikhlas adalah orang yang menyadari kesalahannya dan memperbaikinya secara terus menerus. Tidak mengulangi hal yang sama, dan perbaikan sepanjang waktu. Mensyukuri keadaanya saat ini, menyadari kekurangannya dan memperbaikinya.

3.      Berdamai dengan berbagai perasaan
Walaupun ada rasa takut, tetap berani dilakukan karena dianggap baik menurut Allah. Walalupun ada perasaan malas, tetap rajin dilakukan karena hanya semata-mata perintah Allah. Walaupun ada rasa gelisah, tetap tenang menghadapi segala kemungkinan yang bisa terjadi serta menyerahkan perasaanya tersebut kepada Allah. 

4.      Yang Terbaik

Setiap upaya orang ikhlas adalah yang terbaik. Setiap upayanya maksimal untuk memperoleh hasil terbaik. Melakukan yang terbaik, menjadi yang terbaik dan mendapatkan hasil terbaik.

Mengembalikan Kepada Sang Pemilik


Saya begitu sedih saat anak pertama saya meninggal karena sakit. Pada usia satu tahun lebih, Allah telah ‘menyapanya’ untuk bersanding denganNya. Ada perasaan rasa bersalah yang luar biasa karena tidak maksimal memberikan perawatan saat dia sakit. Perasaan menyesal juga muncul saat saya tidak mendampinginya di saat-saat terakhirnya.

Beberapa bulan setelah kematian anak pertama saya, masih begitu terngiang kuat dalam ingatan tentang lucunya tingkah lakunya. Merindukan nangisnya dan rengekan yang pada saat mengalaminya mungkin menjengkelkan. Kenangan indah-nya begitu kuat. Terkadang ada trauma kecil saat melihat baju ataupun segala asesoris yang berhubungan dengannya.

Ada perasaan tidak ikhlas dan belum bisa menerima kematian tersebut. Saya sempat mempertanyakan keadilan dari takdir Allah. Mengapa begitu cepat kami bersamanya yang hanya satu tahun itu. Mengapa anak kami yang dipanggilNya. Rasa sakit hati dan nyeri perasaan itu sungguh nyata saya rasakan.. Tapi apalah daya, saya bukanlah pemilik anak. Dia adalah titipanNya.

Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-sekali tidak akan dapat menangguhkannya (Q.S. Al Waqiah : 60)

Ya Begitulah kematian tidak bisa ditangguhkan, walaupun sebentar. Ada keinginan ingin mengembalikanpun tidak akan bisa sampai kapanpun. Saya sempat sedih mendalam dan begitu lama. Sampai pada suatu kesadaran, hidup terus berlanjut.

Walaupun saya merasa bahwa itu merupakan kehilangan terbesar dalam hidup saya, saya segera menyadari bahwa sejatinya manusia tidak pernah kehilangan apapun. Ya, karena memang manusia tidak pernah memiliki apapun. Kesadaran itu memberikan pandangan kepada saya, bahwa terserah Allah sebagai pemilik anak  saya mau diapakan dia.

Ikhlas. Itulah kata yang harus saya tanamkan dalam diri. Dan saya masih diberi kesempatan untuk melanjutkan kehidupan. Mempersiapkan amal terbaik. Karena suatu saat saya pasti mati juga.

Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian. Kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?". Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.  (Q.S. AL Munafiqun : 10-11)


Setelah hati pasrah dan mengembalikan kepada sang pemiliki, saya mulai menjalani hidup dengan lebih ‘normal’ dengan kasadaran baru : Apa persembahan terbaik saat saya kembali kepada Sang Pemilik ?. 

Kembalikan Saja Kepada Allah


Kita lahir tidak memiliki apapun, ketika meninggal tidak membawa apapun. Mengapa masih bersedih dengan kehilangan ?.

Sejatinya manusia tidak memiliki apa-apa. Segala yang telah diusahakannya akan hilang. Segala yang telah diperjuangkannya akan musnah. Pasti, diri ini-pun suatu saat akan tiada.
Saat kehilangan baik itu harta, suami/istri, orang tua atau anak tidak perlu bersedih berlebihan. Meratapinya hingga menganiaya diri sendiri. Kembalikanlah semuanya kepada Allah. Semuanya milik Allah. Jangan pernah memaksa dan mengenggam terlalu erat yang bukan milik kita.

Musibah dan ujian silih berganti. Bisnis bangkrut, sulit bekerja, perceraian, anak yang merepotkan, hidup yang sulit adalah bagian ketentuan Allah yang harus diterima. Musibah dan ujian bertujuan agar kita menyadari bahwa kita tidak bisa mengatur itu semua  sekehendak kita. Kita hanya disuruh untuk menyadari dan memperbaiki segala kesalahan-kesalahan kita.

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali” (Q.S. Al Baqarah : 155 – 156)

Sikap terbaik saat semua telah terjadi adalah bersabar, yaitu menyadari dan memperbaiki kesalahan kita dengan bertanggung jawab sepenuhnya. Kembalikan setiap musibah dan ujian, termasuk mengembalikan diri kita kepada Allah. Ikhlaskan. Sepenuhnya percaya kepada Allah apapun yang terjadi di masa depan nanti.

Beberapa kejadian dalam hidup ini sebagian berada diluar rencana kita. Tidak terkontrol dan terjadi begitu saja. Itulah ketetapan Allah terhadap setiap hambanya. Bagaimana sikap terbaik saat segalanya telah terjadi.

1.      Katakanlah “Sesungguhnya semua milik Allah, dan akan kembali padaNya”
Sadarilah kita adalah mahluk yang tidak memiliki apapun. Lahir tidak membawa apapun, meninggalpun begitu. Semua yang ada pada diri kita saat ini adalah milik Allah dan anugerahNya. Sewaktu-waktu atau kapan-pun mau Allah ambil adalah kehendakNya.

2.      Instropeksi Diri
Sebagian kesalahan kita adalah salah satu penyebab musibah. Merenunglah secara mendalam dengan berfokus pada kekurangan-kekurangan diri. Maafkan kesalahan diri sendiri dengan berusaha sekuat tenaga dengan tidak mengulanginya lagi.

3.      Fokus untuk kehidupan saat ini dan masa depan

Masa lalu adalah bagian pelajaran hidup untuk memperbaiki di masa depan. Sekelam apapun masa lalu, masa depan tetaplah suci. Masa depan menjadi milik orang-orang yang memperbaiki diri. Fokus pada kebaikan dan perbaikan yang bisa kita lakukan saat ini.

Kamis, 03 Desember 2015

Ikhtiar Agar Dicintai Allah

Salah satu cita-cita saya sejak kecil adalah bagaimana caranya agar dicintai Allah. Setelah mengetahui konsep tentang kebesaran dan kemuliaan Allah, saya begitu tertarik dengan dzat Allah dan ingin bertemu denganNya kelak.  Namun janji pertemuan dengan Allah membutuhkan syarat yang tidak mudah

Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya (Q.S. Al-Kahfi: 110)

Ada dua konsekuensi yang harus dipenuhi untuk orang yang ingin bertemu dengan Allah ; berbuat baik dan tidak menyekutukan Allah. Berbuat baik memiliki konteks makna yang luas, begitu juga dengan tidak menyekutukan Allah. Sederhananya saya pahami berbuat baik adalah minimalnya menjalankan perintah-perintah syariat dan mengikuti tata cara Rasulullah.

Setelah berusaha merutinkan sholat wajib berjamaah, saya berusaha melaksanakan sholat sunnah utama, tahajjud dan duhha. Selanjutnya puasa senin kamis, yaumul bidh dan puasa bulan lainnya. Ditambah rutin mengaji Al Qur’an dengan target tertentu serta ditambah hafalannya. Rutin membaca kitab hadist dan membaca buku lainnya. 

Semua itu semata dilakukan agar dicintai Allah. Mengejar itu semua setengah mati dilakukan karena walaupun pekerjaannya terlihat relatif ringan dan mudah dilakukan, tetapi dalam pelaksanaannya kalau bukan karena niat yang kuat dan kesungguhan yang besar pasti sulit. Disamping dibantu atas karuniaNya. Alhamdulillah. dalam beberapa pekerjaan ada yang menjadi program otomatis diri, banyaknya tidak menjadi kebiasaan dan terlupakan.

Itu baru satu sisiyang bersifat mujahadah (perjuangan diri) internal. Di sisi external, ikhtiar agar dicintai Allah meliputi bersikap baik dengan orang diluar diri. Orang tua, keluarga dan lingkungan sosial. Ikhtiar ini juga butuh perjuangan tak kalah tangguh, khususnya terkait muammalah. Kewajiban berbakti, memberi nafkah dan menyelesaikan hutang piutang buth niat dan kesungguhan luar biasa.

Kalau bukan karena karuniaNya, saya mungkin tidak sanggup melewati perjuangan itu. Hingga saat ini-pun ikhtiar mujahadah diri internal dan eksternal masih terus dilakukan. Ikhtiaritu akan tetap berlanjut hingga meninggal kelak.

Maka sia-sia lah diri ini apabila setiap detik waktu yang berlalu hanya untuk memenuhi hawa nafsu semata. Selama nafas masih berhembus selama itulah ikhtiar agar dicintai Allah masih berlanjut. Dicintai Allah adalah anugerah. Selain upaya kesungguhan kita menggapainya dengan kegigihan, berdo’a memohon karunianya juga menjadi kunci agar dicintai oleh Allah.

Belajar Mencintai Allah

Cinta adalah salah satu anugerah perasaan diberikan oleh Allah kepada manusia. Namun tepatkan kita menepatkan perasaan cinta itu ?

Rasa cinta yang tepat adalah mencintai atas dasar karena Allah. Mencintai suami/istri, anak-anak, pekerjaan atau apapun landasanya adalah karena mencintai Allah. Rasa cinta yang disandarkan kepada selain Allah akan sia-sia. Hilang tidak berbekas dan berujung mengecewakan. 

Konsekuensi dari rasa cinta karena Allah adalah diutamakanya perintah Allah diatas segalanya, termasuk menjauhi segala larangannya.

Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” (QS. Al Anbiya :  90)

Orang-orang yang dicintai Allah
Bisa mencintai Allah adalah anugerah dan pemberianNya. Kita perlu mengetahui ciri-ciri orang yang dicintai Allah agar bisa mencintai Allah. Berikut ini orang-orang yang dicintai oleh Allah :
1.    Menjaga ketakwaan
      Bisa menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala larangNya sebagai tanda bahwa kita dicintai Allah. Bersungguh-sungguhlah agar dapat dicintai oleh Allah.
2.    Berbuat Kebaikan / Memberikan Manfaat
      Kesempurnaan hubungan kita kepada Allah ditandai dengan kesempurnaan hubungan kita dengan manusia lainnya. Berikanlah manfaat dengan memberikan kebaikan yang bisa kita lakukan.
3.    Suka Membantu
      Allah sangat mencintai orang yang meringankan kesulitan orang lain. Allah akan membantu urusan kita saat kita membantu kesulitan orang lain. 
4.    Sering beristighfar dan berdzikir
      Selalu menyadari kekurangan diri dan menerima nasihat orang lain. Lalu memperbaikinya dengan niat hanya karena Allah. Merendahkan diri dan selalu mengagungkan namaNya.

luvne.com luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com.com