Setiap orang ingin kehidupan lebih baik, kepribadian
lebih baru, ketrampilan lebih banyak, dan uang lebih melimpah. Allah telah
memberikan kita peluang dan kesempatan untuk mencapainya, tetapi kebanyakan
diri sendiri-lah yang menggagalkannya. Sudah sunnatullah (hukum alam) setiap
impian diwujudkan melalui proses yang bertahap dan berkesinambungan. Membangun
disiplin, kerja keras, kebiasaan dan berbagai tindakan yang diperlukan untuk
mencapai impian.
Ingin punya ilmu, kita harus belajar setiap hari,
menghafal dan mengulang pelajaran. Kumpulan dari kebiasan itu yang selanjutnya
menjadi kumpulan ilmu. Ingin punya hafalan Al Qur’an 30 Juz, diperlukan
kebiasaan membaca, mengulang, mendengarkan kembali terus menerus hingga
hafal. Begitu juga, ingin menjadi orang kaya, perlu membangun mental kaya,
memberikan manfaat ke banyak orang, menjual produk, disiplin investasi hingga
kaya raya.
Setiap do’a, impian,
kebaikan hidup, dan kebermanfaatan sudah menjadi hak setiap orang yang
menginginkannya. Allah wajib mewujudkannya.
“siapa yang berdo’a kepadaku, maka akan aku kabulkan”
(40:60)
Namun untuk mewujudkan impian, dibutuhkan ilmu. Salah
satunya ilmu do’a. Makna do’a menurut ayat diatas bukan sekedar do’a
menengadahkan tangan di pojokan masjid. Tanpa maksud mengecilkan ‘doing’ do’a
seperti itu, saya ingin meningatkan kembali makna do’a dalam ayat
tersebut.
Do’a adalah kata benda, kata kerjanya berdo’a. Setiap
benda memiliki unsur pembentuknya. Do’a unsur pembentuknya adalah pikiran,
perasaan dan tindakan. Do’a yang dilakukan di masjid, saat sholat adalah do’a
dari unsur pikiran dan perasaan. Do’a dari unsur tindakan jauh lebih penting. Sholat
merupakan kumpulan do’a dalam bentuk pikiran dan perasaan. Paling penting
adalah “do’a“ sehabis shalatnya, yaitu tindakannya. Menjaga ahlak dan berbuat
baik kepada orang-orang disekitar.
Begitu juga impian. Impian merupakan bagian dari do’a.
Dibentuk dari pikiran dan perasaan. Setiap keinginan di masa depan, awalnya
diciptakan dahulu di pikiran, selanjutnya dirasakan di hati. Do’a tindakan
penentu dari dikabulkannya do’a. Kebanyakan orang menggagalkan impian(do’a)-nya
sendiri dengan menggagalkan tindakan-tindakannya.
Maksudnya menggagalkan impian ?
Kebanyakan orang lebih senang berdo’a dalam bentuk
pikiran dan perasaan. Contohnya dalam sholat kita berdo’a meminta jalan yang
lurus. Tapi do’a tindakan kita masih suka berbohong dan berbuat keji. Bagaimana
ditunjukan jalan lurus sama Allah ?. Saat kita minta ampunan dan kasih saying
Allah, tapi perilaku kita sulit memaafkan dan tidak berkasih sayang.
Impian dunia. Contohnya, ingin menjadi manajer
umum dalam < 5 tahun. Tapi bekerja standar saja, tidak belajar menjadi
manjer yang baik. Susah menjadi seorang manajer. Apabila di bidang
penjualan, khususnya MLM. Ingin menjadi diamond leader. Sudah tahu, berapa kali
sehari presentasi ke calon konsumen?, tapi yang dilakukan, malas-malasan dan
hanya persentasi sedikit saja.
Apapun alasan yang anda punya, bisa diciptakan. Ingat
“Manusia dapat menciptakan sejuta alasan untuk menggagalkan impian, tetapi
pasti punya milyaran alasan untuk mencapai impiannya.”
Allah menggunakan kata “pasti” benar adanya, tidak
berlebihan. Allah tidak memberikan janji kosong. Ia pasti memberi apa yang
diminta. Sudah kewajiban Allah. Hanya saja, diri sendiri-lah yang
mengagalkannya.
Bagaimana agar tidak mengagalkan impian ?
Impian (do’a) terdiri dari tiga unsur yaitu pikiran,
perasaan dan tindakan.
Pikiran, terdapat dua unsur pembentuknya. Gambaran
besar dan gambaran kecil. Gambaran besar berisi tentang apa yang diinginkan.
Boleh rasional (masuk akal) boleh irrasional (tidak masuk akal) yang jelas
harus transformasional (lebih baik dari sebelumnya). Bahkan do’a-do’a di islam
merupakan do’a supertransformasional (hingga akhirat). Gambaran besar impian
harus jelas tercatat di otak, tertulis di buku lebih bagus. Gambaran kecil do’a
langkah-langkah dilakukan untuk mencapai impian tersebut, pada aspek ini harus
rasional. Impian boleh tidak masuk akal, caranya harus masuk akal.
Contoh gambaran besar ingin menjadi anak yang berbakti
kepada orang tua. Gambaran kecil, langkah detil yang dilakukan ?. Misalnya,
menelpon orang tua, mencium dan memeluk hangat orang tua dan mendo’akan secara
detail permasalahan yang sedang dihdapi oleh orang tua, dll. Contoh lainnya,
Gambaran besar ingin punya rumah besar dan mobil bagus pribadi. Gambaran kecilnya
: nyari uangnya darimana, beli bahan bangunannya dimana, bayarnya bagaimana
dsb.
Perasaan, terdapat dua landasan yaitu niat (intention)
dan alasan (reason). Apa niat ingin mencapai impian. Balas dendam, pamer atau
ikhlas tulus ingin memperoleh kebaikan. Alasan terkait dengan dua hal mencapai
kenikmatan atau menghindari sengsara. Alasan dengan mengejar kenikmatan
memberikan peluang bertindak sebesar 20%. Alasan menghindari kesengsaraan
memberikan peluang tindakan sebesar 80%.
Pada tahap ini harus perasaan harus dinetralkan. Niat
dan alasan kita akan mempengaruhi tercapai atau tidaknya impian. Di sinilah
pemikiran dan perasaan bermain. Tahap paling krusial diantara tiga tahap
lainnya. Tahap perasaan akan mempengaruhi tahap bertindak. Semakin tulus,
bertindak semakin damai. Semakin bernafsu, bertindak berantakan.
Baca : mentralkan
perasaaan
Terakhir, bertindak. Kekuatan tindakan terdiri atas du
hal yaitu fokus dan disiplin. Impian dan langkah yang sudah tergambar jelas
saat tersusun di pikiran dan perasaan, tindakan berfokus mengeksekusi rencanan
pekerjaan hingga selesai. Fokus melakukan pekerjaan yang sedang
dilakukan. Bertahanlah, lakukan hingga selesai. Tuntaskan. Sekecil apapun
pekerjaannya, jangan ditunda, jangan diabaikan. Penundaan sekecil apapun, akan
berpengaruh besar pada hasilnya. Disiplin wajib. Pekerjaan (impian) besar tidak
bisa dilakukan hanya dalam waktu sehari. Kebiasaan harian, mingguan dan bulanan
menentukan keberhasilan mencapai impian. Orang tua saja harus displin
memberikan kasih saying setiap hari selama ± 20 tahun untk menghasilkan anak
yang sholeh/solehah.
Sisi manusiawi akan teruji pada saat bertindak. Dalam
perjalanan mencapai impian, ada faktor penghambat salah satunya nafsu dan
malas. Saat hambatan itu datang, ingat fondasi do’a (pikiran dan perasaan),
intension dan reason. Semakin ikhlas, lebih ringan menghadapi berbagai
tantangan. Jangan sampai diri kita menjadi penggagal impian.
0 komentar:
Posting Komentar