Setiap orang memiliki emosi. Emosi positif
dikenal seperti senang, bahagia, antusisias, gembira, ceria, dll. Emosi negatif
dikonsepkan sebagai perasaan sedih, emosi, kesal, kecewa, benci dll. Sebenarnya
tidak ada emosi yang baik dan buruk atau emosi positif dan negatif. Emosi hanya
ekspresi untuk keseimbangan alam. Sama seperti siang dan malam, laki-laki dan
perempuan, sehat dan sakit. Emosi butuh penerimaan. Emosi itu bukanlah sesuatu
yang harus diekspresikan secara berlebihan, tidak juga harus ditahan-tahan
sedemikian rupa. Keberadaaan emosi memiliki peran dalam menyeimbangkan
kehidupan.
Alam semesta sebagai mahluk ciptaan Allah
membutuhkan keseimbangan pada dirinya agar tetap ada. Proses menyembuhkan yang
sakit, mengobati yang terlukai dan mengadakan yang hilang adalah proses
keseimbangan yang harus ada di alam semesta. Apabila ada yang tidak seimbang,
maka dia akan menyeimbangkannya. Kejadian gempa bumi, gunung meletus, tsunami,
dsb yang kita sebut bencana bukanlah hal yang negatif, itu hanya mekanisme
menyeimbangkan keberadaannya.
Sama seperti alam semesta, manusia diberi
mekanisme untuk selalu dalam keadaan seimbang. Apabila ada sesuatu yang tidak
seimbang, secara otomatis ia menyeimbangkan diri.
Apabila seseorang perilakuknya tidak
menyenangkan, secara otomatis orang lain akan merasa kesal. Begitu juga jika
seseorang ikhlas, bergembira, dan tulus, orang disekitarnya ikut merasa
gembira, senang dan semangat.
Pada saat seseorang merasakan emosi yang
memuncak, atau memiliki emosi diekspresikan, sebaiknya disampaikan saat itu
juga. Apabila tidak disampaikan, maka akan menghasilkan ketidakseimbangan baru.
Entah nanti atau kapan, pasti terjadi ketidakseimbangan. Bingung ya?!
Begini contohnya. Apabila diri kita merasa
kesal pada seseorang karena perilaku dan tutur-katanya, rasanya pengen memukul
(ini jangan dilakuin ya, lebay!), sampaikan. Sampaikan emosi kita dengan emosi
dan cara yang baik. Hal ini untuk menyeimbangkan emosi orang tersebut. Apabila
emosi ini ditahan, akan terjadi ketidakseimbangan baru. Suatu saat akan
‘meledak’.
baca juga : menetralkan
perasaan
Begitu juga saat diri kita merasa senang
dan bergembira, ekspresikan sesuka hati. Ekspresi gembira, senang, tertawa sama
baiknya dengan emosi kecewa, sedih dan benci. Sampaikan emosi kegembiraan
dengan baik dan secukupnya (nggak usah lebay!). Tapi jangan karena
tulisan ini, jadi berlebihan mengekspresikan emosi. Biasa saja, standar,
seperlunya. Ekspresi yang lebay juga bisa ngurangi rahmat dan berkah. ^_^
‘sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
bagi orang-orang yang melampaui batas (lebay!)(40:28)
Contoh terbaik mengekspresikan emosi
adalah bayi. Bayi belum memiliki masukan pikiran dan pengetahuan, apalagi
ingatan. Ekspresi emosi bayi murni naluri bawaan ciptaan, jujur, no rekayasa.
Sama seperti hewan, gunung, bumi yang tidak memiliki akal pikiran untuk
memproses emosi. Alam hanya meluapkan untuk keseimbangan. Begitu juga bayi saat
menangis, gembira, senang, dll hanya untuk mengekspresikan dirinya, tidak ada “filter” pengetahuan,
budaya dan sosial.
Sedangkan orang dewasa sudah banyak
saringan pengetahuan, sosial, dan budaya. Kebanyakan orang cederung memendam
emosi karena alasan nggak enak, kurang sopan, dan menjaga perasaan. Ini bisa
menjadi bom waktu. Hal ini kurang baik juga, terkadang bisa menciptakan
ketidakseimbangan baru.
Fokus terpenting kita bukan pada
enak-nggak enak, kurang sopan dan menjaga perasaannya, tapi fokus kita adalah
bagaimana cara menyampaikan emosi dengan cara yang baik. Apabila orang sedang
marah, biarkan perasaan marahnya muncul hingga selesai baru sampaikan apa yang
perlu diperbaiki. Jangan membenci orang yang marah, jangan memarahi orang yang
marah. Begitu juga saat bergembira, ekspresikan kegembiraan. Sama ketika mau nangis,
sedih. Nangislah, ekspresikan.
Emosi tidak perlu ditahan, ia hanya butuh
dipeluk kok (diterima dan dirasakan).
0 komentar:
Posting Komentar