Setiap
orang memiliki kisah sendiri dalam perjalanannya mencari Allah. Bersyukur bagi
yang telah diberikan karunia telah menemukan Allah, apalagi sampai mena’atinya.
Kawan
saya seorang pebisnis pernah bercerita, dia memiliki usaha yang sukses. Saat
itu yang ia fikirkan hanyalah keuntungan dan uang saja. Dia selalu befikir melipatgandakan
uang, membuka cabang dan memperoleh keuntungan besar. Bisnisnya agresif, sampai
menggunakan hutang untuk mengembangkan bisnisnya. Suatu saat bisnisnya bangkrut
sampai meninggalkan hutang 1 miliar lebih. Hal tersebut membuatnya stres,
pusing setengah mati atau bisa dikatakan setengah gila. Ditagih debt collector bank, karyawan nuntut
tunjangan phk, istri minta cerai dan uang tidak punya sama sekali. Setiap hari
dia terus memikirkannya, tetapi tidak
bisa berbuat apa-apa.
Saat
kondisi bangkrut itulah, dia merasa disadarkan oleh Allah. Ditengah
kebingungannya, dia hanya dzikir dan sholat.
Dia merasa telah melalaikannNya. Dia akhirnya bertaubat dan kembali
mendekatkan diri kepada Allah. Setelah evaluasi diri dan bertaubat, lambat laun
hutangnya terlunasi dan usahanya bangkit lagi. Dia bahkan merasa menemukan
Allah setelah kebangkrutannya.
Kawan
saya yang lain seorang profesional bekerja sebagai arsitek. Walaupun dia
arsitek senior dengan dengan gaji dan fasilitas yang mapan, dia merasa hidupnya
hampa dan bosan karena rutinitas dan intensitas kerjanya tinggi. Suatu saat dia
drop dan masuk rumah sakit. Dokter
menyatakan diabetes dengan berbagai komplikasinya. Dia divonis
hanya bertahan kurang dari dua tahun. Padahal usianya masih sekitar 30 tahun-an.
Dia menghabiskan banyak biaya untuk terapi pengobatannya. Harta yang ia
kumpulkan habis hanya dalam beberapa bulan saja, bahkan rumahnya yang bernilai
diatas 1 miliar dijual.
Di
tengah stress dan bangkrut, dia merenung. Dia merasa bahwa Allah adalah tujuan
satu-satunya hidup di dunia. Dia mulai berfikir apa manfaat terbaik yang bisa
ia berikan sebagai pengabdian terakhirnya dunia ini (karena ia sadar bahwa
hidupnya berakhir tidak lama lagi). Dia bertaubat dan menyesal. Dia mendirikan
yayasan pengembangan karakter untuk anak-anak dan merasa bahagia.
Beda
lagi kisah seorang kawan yang senang mempelajari berbagai macam ideologi untuk
memuaskan hasrat intelektualitasnya. Mulai dari ideologi ekstrem kiri
(radikal-sosialisme) hingga ekstrem kanan (fundamentalis-islam). Dia gila baca,
aktif diskusi dan sangat antusias menyampaikan ‘ilmu’ barunya kepada orang
lain. Sampai suatu saat jiwanya labil, ia stress dan bingung sendiri mencari
definisi kebenaran. Kawan saya ini
akhirnya memilih atheis, tidak bertuhan. Hari-harinya dijalani tanpa ideologi
dan menjadi seorang freeman.
Dua
tahun menganut liberalisme. Hidupnya bebas melakukan apa saja, tetapi
perasaannya hampa dan gelisah. Dia merasa tidak memiliki tujuan dan arti hidup.
Suatu saat Allah memberikan hidayahnya melalui seorang ustadz. Dia bertaubat
dan menemukan islam yang sebenarnya.
Kita
tidak bisa memilih bagaimana caranya mencari dan menemukan Allah. Setiap detik
perjalanan hidup adalah kehendak Allah yang semua telah terjadi bertujuan agar
kita mengenalNya. Stress, bangkrut, sakit hanyalah washilah (perantara) agar kita menyadari bahwa yang Maha Segalanya
adalah Allah. Agar manusia tidak sombong dengan segala kemampuan dan
keadaannya. Kemuliaan dunia berasal dariNya, kehinaan terjadi atas izinNya.
....Sesungguhnya telah datang kepada
kamu keterangan yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat. Maka siapakah
yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling
daripadanya? Kelak Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang berpaling
dari ayat-ayat Kami dengan siksa yang buruk, disebabkan mereka selalu berpaling
(QS. 6 : 157).
Tuhan
dalam bentuk apapun selain Allah adalah semu. Palsu. Yang diciptakannya bukan kebahagiaan sejati, mentok-nya hanya kesenangan. Itupun
hanya sesaat. Berhati-hatilah apabila kita mulai menuhankan sesuatu selain
Allah. Allah menggaransi kesyirikan
menciptakan kegelisahan. Berpaling dari Allah adalah awal dari bencana.
Tetaplah mencari mencari tuhan dalam kondisi apapun. Semoga menemukan Allah.
Tetaplah mendekat kepada Allah dalam senang maupun sedih. Terserah Allah saja bagaimana caranya agar kita menemukan Allah. Bagi anda ayang telah menemukan Allah bersyukurlah. Syukuri nikmat itu dengan beribadah sebaik mungkin dan memberikan manfaat bagi orang lain. Bagi yang belum menemukan Allah tidak perlu kan menunggu bangkrut, sakit atau gila dulu ?.
------------------------------------------------------------------------------
Catatan ini ditulis oleh Syekh Farhan Robbani, Direktur Program dan Pendidikan Rosehva Indonesia.
Diterbitkan oleh Koran Harian Amanah Edisi Jum'at, 30 Oktober 2015
0 komentar:
Posting Komentar