Perasaan paling tidak menerima pertama kali dalam kehidupan
saya adalah saat orang tua memutuskan memindahkan saya ke pesantren pada usia
13 tahun. Pada saat kelas dua SMP itu kehidupan saya berubah dari yang dekat
orang tua menjadi jauh orang tua. Dari selalu terfasilitasi menjadi fasilitas
terbatas. Dari perasaan winner dengan
selalu menjadi juara di sekolah, menjadi perasaan looser dengan menjadi rangking buncit. Maklum pindahan saya dari
daerah ke Kota Madya yang tentu persaingannya berbeda.
Saya kecewa dengan orang tua saya. Tidak menerima dipindahkan
sepihak tanpa diskusi yang adil. Saya selalu menangis dipesantren pada tiap
malam selama tiga bulan pertama. Saya malas belajar dan mengaji, dampaknya
nilai jeblok dan hasil belajar tidak maksimal. Saya benci dengan kondisi
tersebut.
Perlahan namun pasti saya mulai menerima kondisi tersebut. Mulai
menikmati hari-hari saya di pesantren walaupun dengan kondisi yang terbatas.
Beradaptasi dengan lingkungan dan membentuk kebiasaan baru.
Belakangan saya menyadari bahwa kejadian itu yang mengajarkan
kemandirian, gigih, sabar dan kerja keras. Yang terpenting kejadian itu mengajarkan
tentang pentingnya menerima kondisi yang tidak kita inginkan.
Sekuat apapun upaya saya mengubah keadaan dan kondisi, ada
banyak hal yang tidak bisa diubah dan kontrol. Saya yang tidak menerima kondisi
pindahan secara mendadak itu membuat belajar tidak optimal, malas-malasan,
ogah-ogahan. Yang paling mengesankan adalah, saya tidak bisa tenang dan
berfikir dengan baik selama tiga bulan pertama.
Pikiran saya yang ingin pulang, tidak betah dan tidak tahan
dengan kondisi tersebut membuat nangis setiap malam. Saya berharap kondisi
berubah dengan cepat, tetapi itu tidak pernah terjadi. Yang ada saya tetap
berada di pasantren itu selama lima tahun berjalan.
Kalo tidak menerima, saya sudah mati gelisah sepanjang malam
selama lima tahun. Tapi karena bertahap mulai menerima dan membuka mata saya
untuk lebih fokus kepada hal-hal yang bisa saya kontrol selanjutnya,
Alhamdulillah saya lulus SMA dan bisa melanjutkan studi S1.
....Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan
boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui (Q.S. Al Baqarah : 216)
Begitulah banyak hal yang bisa membuat kita tidak menerima
kondisi yang ada saat ini. Pikiran negatif terkadang muncul. Namun memilih
menerima dan memperbaiki hal-hal yang bisa diperbaiki adalah jalan terbaik.
Karena hidup ini terus berjalan, senang ataupun sedih. Menerima atau tidak
menerima. Pilihan ada di tangan kita masing-masing.
------------------------------------------------------------------------------
Catatan ini ditulis oleh Syekh Farhan Robbani, Direktur Program dan Pendidikan Rosehva Indonesia.
Diterbitkan oleh Koran Harian Amanah Edisi Jum'at, 20 November 2015
Catatan ini ditulis oleh Syekh Farhan Robbani, Direktur Program dan Pendidikan Rosehva Indonesia.
Diterbitkan oleh Koran Harian Amanah Edisi Jum'at, 20 November 2015
0 komentar:
Posting Komentar